banyak dilansir berbagai media baik cetak maupun elektronik bahwa pemerintah telah memberi sinyal akan hadir kehidupan {normal|regular} baru atau new {normal|regular} sebagai bentuk penyesuaian atas pandemi covid-19 yang tengah melanda Indonesia. Skenario kenormalan baru yang telah disiapkan pemerintah tersebut merambah berbagai bidang, termasuk di dalamnya bidang pendidikan.
baca juga :memang wajib untuk kita pastikan segenap rumah dalam keadaan yang kemas dan selamat
Rencana tersebut menyiratkan akan dibukanya kembali sekolah dalam waktu dekat. Pada bulan Juli 2020 yang akan datang sudah memasuki tahun ajaran baru. Namun dalam tataran praksisnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dalam ranah pendidikan yang di dalamnya mempunyai potensi untuk berkumpulnya banyak peserta didik dari berbagai latar belakang sangat rentan terhadap sebaran covid-19.
Apalalagi sampai saat ini, belum ada vaksin yang benar-benar terbukti mampu menyembuhkan dari covid-19, selain peningkatan imun tubuh, dan kekokohan stamina yang dimiliki masing-masing individu. Dengan demikian, penerapan protokol kesehatan seperti selalu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak aman, merupakan syarat dalam memasuki kehidupan {normal|regular} baru yang akan diterapkan. Tentunya semua itu harus dimulai dari kesadaran masing-masing pribadi untuk mematuhi protokol kesehatan. Dari disiplin diri, nantinya dalam proses perjalanan waktu akan menjadi pembiasaan positif.
Untuk itu, jika memang penerapan kehidupan {normal|regular} baru akan diterapkan pada tahun pelajaran baru di bulan Juli 2020, hendaknya perlu didasari atas pengkajian yang akuratif terhadap berbagai permasalahan yang menghadang. Jangan sampai nanti ketika kebijakan tersebut digulirkan akan mendatangkan permasalahan baru. Seperti di Perancis, ketika peserta didik masuk sekolah, ternyata terdeteksi puluhan kasus baru covid-19 di dalam minggu pertama, walaupun sudah menerapkan protokol kesehatan.
Dengan demikian, kiranya ada beberapa pertimbangan jika nanti pemberlakuan kehidupan {normal|regular} akan diterapkan di sekolah, pertama perbandingan {ideal|best|perfect} jumlah rombongan belajar (rombel), dengan kapasitas kelas yang sesuai dengan protokol kesehatan.
Problematika yang segera diantisipasi adalah kondisi riil sekolah baik negeri maupun swasta dengan rombel banyak, sementara kapasitas kelasnya tidak memadai jika harus mengaplikasikan protokol kesehatan ketat. Begitu pula sekolah berasrama, perlu memperhatikan batasan maksimal kerumunan orang dalam satu ruangan yang sangat potensial terpapar covid-19.
Problematika tersebut dapat diatasi dengan berbagai cara antara lain, memindahkan pelajaran ke luar ruangan atau mengoptimalkan ventilasi ruang kelas. Memperlebar jarak bangku minimal satu meter. Jumlah rombel di kelas diperkecil. Memperpanjang jadwal sekolah, sebagian peserta didik dan guru masuk pagi, serta sebagian masuk siang atau sore. Membatasi percampuran kelas dalam kegiatan sekolah dan setelah sekolah, misalnya menentukan urutan kelas saat memasuki dan meninggalkan gedung/ruang kelas (Kompas, {8|eight}/6/2020).
Kedua, menerapkan pembejaran daring (dalam jaringan), luring (luar jaringan), atau blended (gabungan daring dan luring), dengan aturan protokol kesehatan ketat. Adapun skenarionya bisa dilakukan dengan cara memadukan antara tatap muka dengan daring yang memungkinkan peserta didik menjalani pembelajaran dari rumah saat kelompok lain di dalam kelas. Konsekuensinya perlu disiapkan perangkat teknologi informasi atau jaringan {internet|web} pendukung proses pembelajaran seperti {live|stay|reside} streaming atau rekaman yang bisa diakses dari rumah atau bahkan memungkinkan interaksi langsung antara peserta didik yang di rumah dengan guru juga teman-temannya yang sedang mengikuti pelajaran di sekolah.
Ketiga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu segera merancang {standard|normal|commonplace} kurikulum {minimum|minimal}, proses pembelajaran dan penilaian, pemberian tugas, sehingga pembelajaran bermakna dapat berlangsung dengan beban kurikulum yang minimal. Regulasi yang jelas dan terukur akan menjadi pedoman proses pembejaran di sekolah sehingga bisa berjalan dengan nyaman, lancar, dan efektif.
Keputusan untuk membuka sekolah seiring dengan kehidupan {normal|regular} baru perlu menjamin keamanan peserta didik, baik dari ancaman penularan covid-19 maupun akses pembelajarannya. Jaminan kedua hal tersbut kiranya perlu menjadi perhatian utama. Untuk itu koordinasi dan komunikasi pemerintah sebagai pengambil kebijakan kepada sekolah, guru, orang tua, peserta didik, dan masyarakat menjadi hal yang sangat mendesak. Langkah tersebut perlu dilakukan agar semua pihak memahami kebijakan, pembiayaan, dan langkah operasional dalam pembukaan sekolah.
Keputusan tersebut bersifat spesifik termasuk kapasitas sekolah untuk menekan resiko penularan covid-19 dengan perilaku sehat dan pengetatan dalam mengimplementasikan protokol kesehatan.
Pada prinsipnya dalam {normal|regular} baru pendidikan diperlukan langkah yang tidak hanya differensiatif namun juga lebih baik dan efektif. Kekurangan dalam pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) perlu menjadi bahan kajian secara lebih {detail|element}. Termasuk peserta didik dari keluarga tidak mampu yang paling beresiko dan terpinggirkan sejak diberlakukannya PJJ perlu menjadikan skala prioritas dalam penanganannya. Diperlukan pendekatan pembelajaran yang fleksibel dengan memperluas akses mereka pada pembelajaran.
Dengan demikian pandemi covid-19 bisa menjadi titik balik untuk mereformasi pendidikan. Penggunaan teknologi selama PJJ perlu dielaborasikan untuk memperkuat pedagogi dan membangun {model|mannequin} pembelajaran yang menyinergikan antara tatap muka dan jarak jauh. Momentum tersebut merupakan kebangkitan guru untuk terus belajar dalam menguasai teknolofi komunikasi dan informasi tanpa meninggalkan nilai humaniora.
baca juga :Hmm puding memiliki banyak rasa.